Rabu, 21 November 2012

SINGKATAN VISI & MISI


Assalamu’alaikum wr wb
Salam Bahagia untuk Kita Semua

        Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah melimpahkan iman dan taqwa kepada kita sekalian, serta kekuatan dan kesehatan sehingga pada hari ini kita dapat bermuwajjahah dalam Sidang Pleno Terbuka DPRD Sulawesi Tenggara. Salawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa menjadi pelita-cahaya bagi kita dalam menempuh kehidupan yang penuh onak dan duri ini.
        Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2003, sebagai Gubernur, saya telah memulai ayunan langkah pertama untuk mengawali kebijakan dan program pembangunan hampir 20 tahun ke depan, dengan harapan beberapa landas tumpu telah dapat diupayakan sebagai tapak menuju pragmatik 2020. Lima tahun terakhir saya sementara berada di luar pemerintahan, namun hati dan pikiran saya, pemihakan dan kepedulian saya tetap, yaitu : Bagaimana Sultra maju dan berkembang secara berkelanjutan pada era transparansi global !
Tematik “SultraRaya2020” adalah sudut pandang tentang kebijakan dan program menuju kebangkitan Sulawesi Tenggara pada tahun 2020. Artinya, pada tahun tersebut Sultra harus telah berhasil mencapai posisi sebagai daerah yang maju dan berkembang, serta memiliki kedudukan dan peranan yang berhormat secara nasional dan mondial.
Sultra adalah satu dari tidak banyak provinsi yang memiliki potensi budaya lokal, dengan nilai dan semangat lokal, yang luar biasa. Penduduk asli Sultra adalah (i) suku Tolaki, awalnya mendiami daerah kabupaten Kendari dan Kolaka (daratan); (ii) suku Wawonii, di Pulau. Wawonii, serumpun dengan suku Tolaki; (iii) suku Muna atau Wuna, yang mendiami seluruh  daratan Pulau Muna dan pulau sekitarnya; (iv) suku Moronene, awalnya dari utara, lalu mendiami kawasan Moronene, daratan bagian selatan; (v) suku Buton mendiami Pulau Buton; (vi) suku yang mendiami Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko (Wakatobi), serumpun dengan suku Buton. Di samping penduduk asli, hidup pula (vii) suku Bugis, tersebar di daerah pantai hingga ke pelosok; (viii) suku Makassar dan Selayar; (ix) suku Toraja, Mori, Pamona dan Bungku; (x) suku Minahasa, Sangir, Ambon dan Timor; serta (xi) suku pendatang, di antaranya melalui transmigrasi adalah suku Sunda, Jawa, Bali dan Lombok (NTB). Pada saat ini semua suku praktis telah berbaur, kawin-mawin, ditambah hampir seluruh suku dari Papua hingga Aceh, mengkonstruksikan kekayaan budaya dan peradaban yang mengagumkan : Sultra Raya. Allah Akbar !
Menurut hemat saya, sesuai dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika – Tan Hana Darm-ma Mangrwa, warisan sejarah budaya ini wajib dilestarikan. Masyarakat Buton sungguh beruntung masih memiliki peninggalan Keraton Buton yang hampir dapat dikatakan utuh. Saya berfikir. Warisan budaya Wuma di antaranya dapat dikonstruksikan dari Raja Muna V, Sugi Manuru, yang melebar ke arah strata Kaumu, Walaka dan Anangkoli. Di daratan bisa dimulai dengan masa Wakala, Sri Ratu Raja Konawe, sampai pemerintahan Perdana Menteri Sulemandara Saranani di Pondidaha dan jalur-jalur Anakia, juga Puu Tobu yang lain. Ingatan masyarakat Moronene tentang keperwiraan nenek-moyangnya yang bergerak dari Mori (Sulteng) sungguh kemilau bila segera dikonstruksikan dalam situs sejarah dan budaya. Warisan sejarah budaya yang sama bisa diupayakan di kalangan penduduk asli lain yang tinggal di Kolaka, Bombana, Wakatobi dan pulau-pulau yang ada lainnya. Tentu semua ini perlu pengkajian yang cermat.
Yang pasti, SultraRaya2020 meletakkan sejarah dan budaya masa lalu sebagai sudut pandang pemerintah dan masyarakat menuju masa depan. Lokalitas justru semakin hadir secara lebih fungsional pada era globalisasi. Dalam kebersamaan antarsuku dan antarbangsa, kita semakin membutuhkan kata “pulang”. Mudik ke haribaan nenek moyang menjadi ritus yang indah dan mengagumkan; country road, kata John Denver dalam nyanyiannya.
Saya bersama Saudara Bisman Saranani berharap dalam 5 tahun ke depan dapat memiliki kesempatan membangun dan memulyakan peninggalan sejarah nenek-moyang kita.
Di bumi nenek-moyang ini kita dilahirkan. Dan kelak di bumi yang sama kita akan dikebumikan.
Siapa yang menghargai nenek-moyang kita selain kita ?!!
Di samping pembangunan kembali sejarah masa lalu, dalam 5 tahun ke depan ini kita perlu membangun sejarah masa depan untuk kemajuan dan kesejahteraan Sultra. Mari kita berangkat dari prinsip pertama, bahwa kemaknaan atau ketidakmaknaan pemerintahan dan pembangunan itu ukurannya tunggal, yaitu : manfaatnya bagi Rakyat. Kedua, dari pengalaman berbagai bangsa, kemajuan peradaban menjadi prasyarat tumbuhnya peradaban kesejahteraan. Ukuran kemajuan yang menjadi semangat zaman adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (saintek). Ketiga, motor penggerak kemajuan yang menyatu dengan kesejahteraan adalah ekonomi.
Setelah melakukan pengkajian secara seksama, maka Panel VoxPopuli yang saya bentuk merumuskan skenario sebagai berikut :
Ø Perlu anggaran Rp 38,4 trilyun dalam 5 tahun untuk pengembangan saintek dan sosial-ekonomi-kerakyatan (sekker), namun yang membebani APBD hanya 8,6% (Rp 3,3 trilyun), sisanya 91,43% (Rp 35,1 trilyun) dari sumber non-APBD, terutama investasi masyarakat dan dunia usaha.
Ø Dari anggaran ini, 90,7% (Rp 34,8 trilyun) sepenuhnya atau murni untuk mendukung pengembangan ekonomi-kerakyatan, atau rata-rata Rp 7 trilyun per tahun;
Ya, Rp 7 trilyun rata-rata setiap tahun, atau 4x APBD sekarang ini untuk pengembangan ekonomi Rakyat per tahun.

Penyelenggaraan program saintifikasi (pengilmuan) di segala bidang kehidupan, lebih-lebih dalam pengembangan sosial-ekonomi-kerakyatan (sekker), kita tidak boleh mengandalkan pada APBD. Dana APBD hanya untuk pemacu saja, sehingga dalam 5 tahun ke depan besarnya ketergantungan pada APBD cuma 8,6% dari anggaran SultraRaya2020.
Meskipun demikian, sebagai konsekuensi penetapan target pertumbuhan PDB dalam 5 tahun ke depan pada angka rata-rata 18,90%  per tahun, tertinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka saya juga bertekad memacu APBD Sultra mampu tumbuh rata-rata 24,01%, dari hanya Rp 1,8 trilyun tahun 2012/13 menjadi rata-rata Rp 3.56 trilyun per tahun, atau kumulatif APBD 2013 – 2017 mencapai Rp 17.52 trilyun. Angka yang terakhir ini hanya 46,4% dari anggaran pengembangan masyarakat dan sosial-ekonomi-kerakyatan (sekker) yang matching dengan investasi dunia usaha yang besarnya mencapai Rp 38,4 trilyun dalam 5 tahun.
Mungkin di antara Saudara ada yang bertanya, apakah pertumbuhan PDB atau pertumbuhan ekonomi Sultra mampu mencapai 3x lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional ? Jawabannya : InsyaAllah Bisa ! Karena negeri ini belum pernah berkembang secara ekonomi. Untuk itu APBD harus dipacu tumbuh rerata 24% per tahun. Tapi, APBD kumulatif 6 tahun yang mencapai Rp 17,8 trilyun ini hanya 46,4% dari investasi sekker.
Jika Saudara bertanya, apa yang menjadi pushing prower atau kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu ? Jawabnya : Sekker, atau sektor sosial-ekonomi-kerakyatan. Untuk itu ada dua program stimulus. Stimulus pertama, penempatan dana pemerintah yang bersumber dari APBD sebesar Rp 250 juta per desa/kelurahan, dengan penggunaan : Rp 150 juta per desa/kelurahan untuk pengembangan ekonomi-keusahaan sekker dan Rp 100 juta per desa/kelurahan untuk pengembangan BankBKR, atau Bank Koperasi Rakyat. Rancangan ini telah saya susun secara sistematik, tertimbang dan terukur, serta siap masuk dalam proses legislasi dalam kesempatan pertama bila Saya dan Bapak Bisman Sranani terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.
Bank BKR dalam 5 tahun akan memliki putaran kredit Rp 86 trilyun, sepenuhnya untuk Rakyat, atau 4,4x lipat dari APBD kumulatif 6 tahun, atau 5x lipat dari APBD kumulatif 5 tahun. Artinya, setiap KK disediakan plafon kredit dari Rp 1,32 juta tahun 2013/14 menjadi Rp 20,57 juta per KK tahun 2017/18.
Dan, melalui koperasi, Rakyat memiliki 100% BankBKR, sehingga bisa diterapkan sistem bunga tanpa pelepasan hak atas bunga (tetap milik pembayar bunga setelah dipotong biaya nyata-proporsional), atau sistem bebas riba (SBR).
Di samping BankBKR, penempatan dana pemerintah Rp 50 juta per desa/kelurahan untuk membangun JDDK, Jaringan Distribusi Desa – Kota, melibatkan 20.000 warung atau toko kecil di 4.000 Kelompok SMS (Stelsel Masyarakat Sejahtera). Melalui JDDK, warung-warung kecil di Sultra bisa memperoleh barang konsumen seperti mie, rokok, obat, diterjen dan sebagainya sama harganya dengan toko-toko di Jakarta. Baliknya, kita bisa angkut barang-barang produksi desa ke kota secara langsung untuk memperoleh harga yang wajar. Hubungan ekonomi kota menghisap desa kita rubah ke arah yang lebih adil dan menguntungkan semua pihak yang terkait.
Stimulus kedua, pemerintah mengupayakan insentif 530 ribu hektar sebagai modal Rakyat dalam menjalin kerja sama investasi dengan sektor swasta nasional dan internasional dalam 5 tahun ke depan, yaitu : 100 ribu hektar perkebunan sawit Rakyat, 100 ribu hektar perkebunan kakao Rakyat, 100 ribu hektar hutan tanaman Rakyat, 100 ribu hektar pertanian lahan perairan, serta 100 ribu hektar pertambangan nikel Rakyat, dan 30 ribu hektar tambang emas Rakyat. Stimulus pembangunan melalui alokasi asset-modalitas dan faktor produksi kepada Rakyat ini, ditambah dengan modal riil Rp 100 juta per desa/kelurahan (berasal dari Rp 250 juta dikurangi dana untuk BankBKR dan JDDK), diharapkan mampu memantapkan posisi Rakyat untuk bertindak sebagai share holder dalam kerja sama mitra sejajar dengan dunia usaha swasta.
Sebagai pemerintah, kelak, tanda tangan saya dan wakil saya, Saudara Bisman Saranani, dalam alokasi sumber ekonomi – faktor produksi – kesempatan ekonomi hanya untuk kepentingan rakyat, dan kepada para investor yang memahami kepentingan rakyat.
Kebangkitan sekker melalui insentif Rp 250 juta per desa/kelurahan dan penyediaan 530 ribu hektar lahan daratan dan perairan, dianyam dalam program investasi swasta untuk pengembangan wilayah. Untuk menyebut sebagian, sekedar contoh :
(i)          Mendorong pertumbuhan kawasan Kolaka, Kolaka Utara dan Bombana sebagai pusat industri pertambangan minimal rantai kedua (bukan bahan galian), serta memperjuangkan “Harga Kolaka” dalam bursa komoditi nikel dunia. Untuk itu kita akan membangun bandara di antara kawasan Kolaka - Bombana, 
(ii)         Konawe dan Konawe Selatan akan dikembangkan reformasi pertanian dan pembangunan pedesaan menuju industrialisasi pertanian, perkebunan dan peternakan;
(iii)        Muna diharapkan akan tumbuh sebagai pusat hutan jati (tectona grandis) varietas Muna dan pusat industri kehutanan KPTI, Kawasan Paling Timur Indonesia. Untuk itu di antaranya akan dibangun jembatan yang menghubungkan Pulau Muna dengan Pulau Buton, Jembatan Tonna;
(iv)       Kawasan Buton Utara dan Konawe Utara akan dikembangkan menjadi kawasan perikanan kelas dunia dengan basis Laut Banda, termasuk melibatkan kawasan Moramo, Konawe Selatan;
(v)        Kendari bersama Pasar Wajo didorong menjadi Pusat Distribusi KPTI;
(vi)       Kendari sebagai pusat industri kakao dan meri-culture, sehingga berhasil mengupayakan “Harga Kendari” untuk bursa komoditi kakao dunia dan bursa komoditi perikanan dunia;
(vii)      Memperjuangkan Kabupaten Boton dan Kota Bau Bau sebagai pelabuhan bebas (entreport/Freeport) di KPTI; 
(viii)    Kawasan Wakatobi sebagai kawasan wisata alam dan resor wisata kelas dunia, dengan dukungan bandara internasional.

        Akhir kata, . . .

Telah lama Rakyat menderita
Telah lama Rakyat sengsara
Telah lama Rakyat terhina
dan dihina karena kemiskinannya.

Telah tiba saatnya kita secara jujur mengembalikan pemerintahan dan pembangunan kepada Rakyat. Politisasi dan politicking sudah saatnya dijauhi, termasuk kita harus berani berkata “tidak !” terhadap transaksi alokasi sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, juga terhadap transaksi kesempatan dan jabatan, untuk kepentingan politik. Bila tidak demikian, lalu ma hadza Allah ?
Akhirul kalam, dengan kesadaran yang mendalam, saya menyampaikan pernyataan Kalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. pada waktu inagurasi kepresidenan Republik Islam :
Siapa yang lemah di antara kalian, termasuk orang miskin, dia kuat di mataku, sampai aku mengembalikan hak-haknya.
Siapa yang kuat di antara kalian, termasuk orang kaya, dia lemah di mataku, sampai aku mengambil hak-haknya”

Semuanya terpulang kepada Rakyat Sultra dalam memilih pemerintah yang sebenar-benarnya pemerintah : Truly Government – Governance !

        Vox Dei – Vox Populi. Suara Tuhan – Suara Rakyat
        Hidup Sultra !!

Wassalamu’alaikum wr wb


H. Ali Mazi, S.H. & Drs. Bisman Saranani, M.Si

Tidak ada komentar:

Posting Komentar