Senin, 26 November 2012

"Perintah UU, Ali Mazi Harus Cagub


KENDARINEWS.COM: Bagaimana pandangan Kuasa Hukum Ali Mazi-Bisman Saranani? Salah seorang anggota tim kuasa hukumnya, La Ode Songko Panatagama SH menegaskan bahwa Ali Mazi harus menjadi calon gubernur dalam pemilihan gubernur (Pilgub) Sultra baru-baru ini. Jika kemudian Ali Mazi tidak diikutkan dengan dengan segala trik yang dilakukan oleh sejumlah pihak, sudah pasti melanggar undang-undang. "KPU Itu kan kolektif kolegial. Kalau keputusannya deadlock, ya, voting. Kalau voting, Ali Mazi harus menjadi calon gubernur. Kenapa? Karena mayoritas anggota KPU memutuskan Ali Mazi jadi calon gubernur. Makanya, kami tidak kaget dengan putusan PTUN Kendari yang memenangkan gugatan kami. Harap tahu, PTUN itu tidak memihak pada salah satu subyek yang bersengketa hukum tapi PTUN menegakkan hukum," begitu penjelasan La Ode Songko Panatagama.
Pengacara yang berkarier di Jogjakarta-Jakarta ini menjelaskan, PTUN mengadili sengketa tahapan berdasarkan berkas gugatan tim penasehat hukum Ali Mazi. "Waktu itu, kami menyertakan bukti-bukti untuk menguatkan gugatan kami bahwa putusan KPU itu cacat hukum. Bukti surat keputusan KPU Sultra yang menetapkan empat cagub dan surat keputusan tiga cagub. Tujuannya adalah, agar PTUN menilai keabsahan yang dikeluarkan oleh dua dan tiga komisioner. Majelis, berdasarkan bukti-bukti yang kami ajukan dan keterangan saksi-saksi yang diajukan diputuskan bahwa dua pleno itu cacat hukum. Artinya, proses harus kembali ke awal dan UU Pemilu mengatakan bahwa putusan KPU itu bersifat kolektif kolegial. Kalau mentok, harus voting, kalau voting maka Ali Mazi harus menjadi calon gubernur," terang Ongko -- sapaan akrab La Ode Songko Panatagama.

Kesempatan sama, Ongko meminta agar pengacara NUSA tidak berkomentar dengan mengambil wilayah hakim, seolah-olah pertimbangan dan keputusan majelis hakim melebar kemana-mana. "Putusan PTUN itu sah menurut hukum dan bersifat mengikat. Karena tugasnya memang mengadili, berkekuatan hukum tetap.

Kata dia, ada ruang yang disiapkan bagi pihak-pihak yang tidak puas. Misalnya, banding. Saya menghimbau para pihak untuk tidak memberikan statemen membingungkan apalagi statemen itu dimaksukan untuk mempengaruhi persepsi atau opini publik. "Putusan PTUN silahkan disikapi dengan amanat UU. Bukan justru konfrensi pers. Tidak elok kalau pengacara melakukan hal-hal seperti itu. Pengacara itu ada atitudenya, elegan, ada etiknya. Saya katakan seperti itu karena ketika Ali Mazi digugurkan dalam proses penetapan nomor urut, itu jelas sekali bahwa hak konstitusi Ali Mazi dihilangkan, hak demokrasinya dirongrong bahkan hak asasi manusianya untuk berpolitik sebagaimana dikuatkan putusan Komnas HAM dihilangkan, tapi kami hadapi dengan etika hukum yang benar. Kami tidak pernah berbicara di publik selain menggugat ke PTUN," pungkas Ongko.(p4/ong/kp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar